Pemerintah kembali menegaskan komitmen untuk mempercepat agenda hilirisasi industri nasional. Tahun 2025, setidaknya terdapat 21 proyek strategis yang disiapkan untuk memperkuat rantai pasok dalam negeri, mulai dari sektor mineral, energi, hingga pangan. Hilirisasi diyakini mampu meningkatkan nilai tambah produk Indonesia, menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus memperkuat kemandirian ekonomi.
Menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, hilirisasi mineral saja dapat memberikan tambahan penerimaan negara hingga Rp699 triliun per tahun jika dilakukan secara konsisten. Sementara pada sektor nikel, kebijakan hilirisasi sudah terbukti mengangkat ekspor produk turunan seperti feronikel, stainless steel, hingga baterai kendaraan listrik, yang nilainya mencapai lebih dari USD 33,8 miliar pada 2023.
Namun, percepatan hilirisasi juga menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari keterbatasan infrastruktur pendukung, kebutuhan investasi besar, hingga risiko ketergantungan pada investor asing. Selain itu, pengawasan tata kelola harus diperketat agar manfaat hilirisasi tidak hanya dinikmati segelintir pihak, tetapi benar-benar dirasakan masyarakat luas.
Dengan agenda 21 proyek strategis ini, pemerintah berharap Indonesia bisa melangkah menuju era industri yang mandiri dan berdaya saing global. Pertanyaannya, mampukah hilirisasi benar-benar menjadi motor transformasi ekonomi Indonesia, atau justru menimbulkan ketergantungan baru?