Kelompok G7—yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang—belakangan memperketat strategi geopolitik dan ekonominya terhadap China dan Rusia. Langkah ini meliputi kebijakan sanksi, pembatasan teknologi, serta penguatan rantai pasok global untuk mengurangi ketergantungan pada kedua negara tersebut.
Dampak terhadap China
China menjadi target utama dalam hal pembatasan akses teknologi canggih, seperti semikonduktor dan kecerdasan buatan. Strategi ini berpotensi memperlambat ambisi Beijing untuk memimpin industri teknologi global. Namun, China merespons dengan memperkuat program Made in China 2025 dan meningkatkan kerja sama dengan negara-negara BRICS. Data perdagangan menunjukkan bahwa meski ekspor China ke negara-negara Barat melambat, ekspornya ke Asia, Afrika, dan Amerika Latin justru meningkat hampir 9% pada 2024.
Dampak terhadap Rusia
Rusia masih menghadapi sanksi berat akibat konflik Ukraina. G7 terus memperketat akses Rusia ke pasar energi internasional, terutama minyak dan gas. Meskipun demikian, Rusia berhasil mengalihkan sebagian besar ekspornya ke Asia, dengan China dan India menyerap lebih dari 70% ekspor minyak Rusia pada 2024. Namun, keterbatasan akses terhadap teknologi Barat memperlambat modernisasi sektor industrinya.
Implikasi bagi Negara Berkembang (termasuk Indonesia)
Bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dinamika ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang.
- Tantangan: meningkatnya ketidakpastian pasar global, risiko inflasi akibat harga energi yang fluktuatif, serta tekanan untuk memilih posisi dalam geopolitik besar.
- Peluang: terbukanya ruang kerja sama ekonomi dengan China dan Rusia, khususnya dalam investasi infrastruktur, energi, dan perdagangan. Indonesia sendiri mencatat peningkatan investasi dari China hingga USD 7,4 miliar pada 2024, terbesar kedua setelah Singapura.
Kesimpulan
Strategi G7 terhadap China dan Rusia mencerminkan upaya untuk mempertahankan dominasi dalam tatanan ekonomi global. Namun, respons kedua negara justru menunjukkan lahirnya aliansi dan blok ekonomi baru yang berpotensi menggeser keseimbangan global. Bagi Indonesia, posisi non-blok yang cerdas dan fleksibel akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memaksimalkan peluang kerja sama dari kedua sisi.